PENULISAN ARTIKEL ILMIAH PENELITIAN TINDAKAN KELAS (PTK)
MELALUI BLANDED LERNING UNTUK
MENINGKATKAN PEMAHAMAN SISWA
DALAM PEMAHAMAN KONSEP
PADA PEMBELAJARAN IPA KELAS V (lima)
DI SDN SIGUCI
Oleh Husen Safii
Email : safiihusen63@gmail.com
ABSTRAK
Semenjak pandemi yang melanda di negara-negara dunia termasuk Indonesia, dampaknya sangat terasa sekali terlebih pada dunia pendidikan. banyak sekolah-sekolah harus mengalihkan pembelajaran dirumah atau melalui daring. Mau tidak mau guru harus berusaha semaksimal mungkin agar peserta didik dapat belajar walaupun dari rumah. Akan tetapi banyak sekali permasalahan yang timbul akibat belajar dari rumah, salah satunya tentang belajar siswa karena belum terbiasa melakukan proses pembelajaran dengan cara daring. Dari hasil proses pembelajaran IPA oleh siswa kelas V SD Negeri Siguci Kecamatan Pecalungan Kabupaten Batang semester ganjil tahun pelajaran 2020-2021 masih belum berhasil di karenakan siswa belum memahami konsep pada pembelajaran IPA. terbukti rendahnya hasil belajar yang dapat dilihat dari nilai rata-rata ulangan harian yaitu sebesar 51,25 Dengan jumlah siswa sebanyak 12 siswa dengan tingkat ketuntasan klasikal sebelum perbaikan mencapai 25%. Untuk itu dalam peningkatan pemahaman siswa tentang konsep pada pembelajaran IPA sehingga hasil belajar siswa kelas V SD Negeri Siguci Kecamatan Pecalungan Kabupaten Batang dapat meningkat, peneliti perlu menerapkan model blended learning.
Penelitian tersebut bertujuan agar adanya peningkatan pemahaman siswa tentang konsep pada pembelajaran IPA, sehingga dari hasil belajar dengan menerapkan model blended learningini dapat meningkat. Penggunaan metode penelitian didasarkan dari alur penelitian tindakan kelas yang dilaksanakan dalam tiga siklus, yaitu siklus 1 dimulai tanggal 17 Oktober 2020, siklus 2 pada tanggal 24 Oktober 2020, dan siklus 3 pada tanggal 9 Nopember 2020. Dengan harapan melalui penerapan model blended learning dapat meningkatkan siswa tentang konsep pada pembelajaran IPA sehingga hasil belajar siswa kelas V SD Negeri Siguci Kecamatan Pecalungan Kabupaten Batang dapat meningkat.
Acuan didalam kinerja penelitian adalah adanya peningkatan, terbukti dari hasil yang diraih pada siklus I menunjukkan adanya peningkatan dilihat dari nilai rata-rata 58,2 serta tingkat ketuntasan mencapai 54%, kemudian pada siklus II mendapatkan hasil yang lebih baik yaitu mendapat nilai rata-rata 70,5 serta tingkat ketuntasan mencapai 81%, dilanjutkan pada siklus ke III. Pada siklus III mengalami peningkatan yang signjfikan bibanding dengan siklus sebelumnya yaitu mendapat nilai rata-rata 82,8 dan tingkat ketuntasan mencapai 91%.
Dengan didasarkan fakta empiric tersebut dapat disimpulkan bahwa dengan menerapkan model model blended learning dapat meningkatkan siswa tentang konsep pada pembelajaran IPA sehingga hasil belajar siswa kelas V SD Negeri Siguci Kecamatan Pecalungan Kabupaten Batang tahun ajaran 2020-2021 dapat meningkat.
Kata Kunci : BLANDED LERNING , MENINGKATKAN PEMAHAMAN SISWA DALAM PEMAHAMAN KONSEP PADA PEMBELAJARAN IPA KELAS V (lima)
PENDAHULUAN
Latar Belakang Masalah
Baca juga : Pemahaman belajar dan manfaatnya
link :https://safiihusen63.blogspot.com/2020/11/pemahaman-belajar-dan-manfaatnya_27.html
Dalam waktu singkat pandemi terjadi di lima benua di seluruh dunia. Pemerintah Indonesia menghimbau kepada masyarakat untuk mengurangi aktifitas diluar rumah seperti bekerja dari rumah (Work from Home), belajar dari rumah (Learning from Home), dan beribadah di rumah sebagai upaya untuk mencegah meluasnya wabah Virus ini.
Sehingga seluruh daerah di Indonesia menghentikan semetara kegiatan-kegiatan seperti belajar mengajar (KBM), baik di sekolah, pondok pesantren, hingga perguruan tinggi. KBM kemudian beralih di rumah, Learning from Home (LFH) dengan sistem Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) dalam sebuah kelas virtual menggunakan Internet.
Walaupun demikian, pelaksanaan kelas virtual untuk bidang tertentu yang membutuhkan praktikum dan kerja kelompok memerlukan cara dan metode sendiri. Di tingkatan Sekolah Dasar misalnya, materi pemrograman sangat mudah dipaparkan melalui video tutorial, baik di Google Classroom dalam bentuk singkron, maupun di YouTube sebagai pelengkap asingkron. Kesulitan muncul pada jaringan Internet dan tatanan assessment.
Hampir di seluruh kelas pembelajaran yang berbasis internet peneliti jumpai sangat sulit . Hal ini terjadi mengingat sulitnya jaringan internet pada pembelajaran daring. Untuk itulah, berdasarkan pengamatan langsung melaksanakan pembelajaran daring pada semester ini, peneliti mencoba membuat program pendidikan dengan menggunakan aplikasi gogleclasrom atau goglemeet demi memudahkan proses pembelajaran dan assessment.
Setiap guru pasti berharap peserta didiknya mendapat hasil yang optimal dalam belajarnya, namun keadaannya berbanding terbalik dengan yang diharapkan setelah melihat hasil ulangan siswa melalui pembelajaran daring, hal ini disebabkan oleh:
- Siswa kurang aktif dalam mengikuti pelajaran dikarenakan factor jaringan internet.
- Tingkat pemahaman siswa terhadap materi yang disampaikan oleh guru masih rendah dikarenakan sulitnya jaringan internet.
- Siswa terlihat pasif saat diskusi kelompok maupun diskusi kelas
Rumusan Masalah
Berdasarkan penyebab masalah di atas maka rumusan masalah dari Penelitian Tindakan Kelas ini adalah:
1. Apakah dengan menerapkan model pembelajaran blendedlerning dapat meningkatkan pemahaman konsep materi pembelajaran siswa kelas V (lima) SDN Siguci pada pelajaran IPA?
2. Apakah dengan menerapkan model pembelajaran blendedlerning dapat meningkatkan keaktifan belajar siswa kelas V (lima) SDN Siguci pada pelajaran IPA?
Tujuan Penelitian
Dengan dengan menerapkan model pembelajaran blendedlerning, penelitian ini bertujuan untuk:
- Mengembangkan keterampilan bertanya, berkomunikasi, menafsirkan menyimpulkan pada diri siswa pada saat pertemuan luring (bertemu langsung).
- Melatih siswa dalam mengerjakan tugas menggunakan Aplikasi Gogle formyang sudah dipersiapkan oleh guru melalui jaringan internet.
Manfaat Penelitian
Dengan menerapkan model pembelajaran blendedlerning ini apakah dapat memberi motivasi belajar yang lebih baik, lebih aktif dalam belajar serta memberikan pengalaman bagi siswa?. Hasil penelitian tindakan kelas ini diharapkan juga dapat memberikan manfaat bagi :
a. Guru
Menumbuhkan kreativitas dalam proses pembelajaran IPA khususnya dalam menerapkan model pembelajaran dan media pembelajaran yang bermakna dan sesuai,sehingga dapat menciptakan suasana belajar yang aktif, inovatif, kreatif, efektif, serta menyenangkan.
b. Siswa
Dengan menerapkan model pembelajaran blendedlerning siswa dapat menerima pengalaman belajar yang baru dan bermakna, sehingga dapat meningkatkan pemahaman konsep materi pelajaran, dan siswa lebih termotivasi dan berminat pada proses pembelajaran IPA.
c. Bagi Sekolah
Sebagai sarana meningkatkan kinerja guru dan kinerja sekolah dalam upaya mewujudkan pembelajaran yang berkualitas.
KAJIAN PUSTAKA
Definisi Model Pembelajaran Campuran (Blended Learning)
Pada awalnya, pembelajaran hanya dilakukan secara tatap muka. Pengajaran terjadi secara tatap muka karena pada awalnya tidak terdapat administrasi pendukung untuk melakukan pengajaran jarak jauh (Ahamer, 2010:103). Pembelajaran tatap muka adalah terjadinya interaksi pembelajaran yang dilakukan oleh pendidik dan peserta didik pada waktu dan tempat yang sama. Pembelajaran tatap muka disebut juga dengan pembelajaran tradisional. Seiring dengan perkembangan teknologi informasi, proses pembelajaran juga mengalami perubahan. Proses pembelajaran yang awalnya hanya tatap muka, berkembang dengan adanya pembelajaran online. Pembelajaran online umumnya disebut dengan pembelajaran elektronik (electronic learning) atau disingkat dengan e- learning.
a. E-learning
E-learning telah menjadi bagian dari pembelajaran untuk membantu proses pembelajaran tatap muka. E-learning merupakan asilimlasi pengetahuan dan keterampilan secara terus-menerus oleh peserta didik remaja (Morrison, 2003:4). Asimilasi tersebut distimulasi oleh pempelajaran secara sinkron ataupun tak sinkron menggunakan teknologi internet. E-learning membantu proses pembelajaran tatap muka salah satunya dalam hal penyebaran atau pembagian materi pelajaran, pekerjaan rumah atau proyek dari pendidik ke peserta didik (Erdem & Kibar, 2014:1).
Secara umum dikatakan pula bahwa e-learning membantu proses pembelajaran yang tidak dapat dilakukan secara tatap muka.
Pencampuran antara pembelajaran tatap muka dan pembelajaran online akan lebih memaksimalkan usaha pendidik sebagai manajer dalam mencapai tujuan pembelajaran (Ayala, 2009:277).
Munir (2009) menyebutkan bahwa e-learning adalah proses belajar secara efektif yang dihasilkan dengan cara menggabungkan penyampaian materi secara digital yang terdiri dari dukungan dan layanan dalam belajar dan Epignosis LCC (2014) menyebutkan bahwa e-learning sebagai sebuah komputer berbasis alat atau sistem pendidikan yang membuat seseorang dapat belajar dimana saja dan kapan saja. Berdasarkan pada dua definisi tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa untuk membuat e-learning diperlukan perangkat lunak (software) yang terkoneksi dengan internet. Perangkat lunak tersebut berupa laman yang berisi teks, Gambar, animasi, ataupun film. Perangkat lunak yang khusus untuk pembelajaran disebut dengan Learning Management System (LMS). Learning Management System memberikan dua fasilitas utama. Fasilitas pertama adalah untuk membagikan informasi pembelajaran yang berupa teks, Gambar, animasi, dan film baik berupa penempelan file ataupun link ke laman yang lain. Fasilitas kedua adalah aktivitas yang ditawarkan, antara lain diskusi dan evaluasi pembelajaran. Learning Management System yang paling banyak digunakan saat ini adalah Moodle. Contoh perguruan tinggi yang menggunakan perangkat lunak Moodle untuk e- learning adalah Universitas Negeri Yogyakarta dan Universitas Sebelas Maret.
Terdapat empat faktor yang mempengaruhi e-learning, yaitu pembelajar, materi pelajaran, suasana belajar, dan teknologi pembelajaran (Hamzah, Syarief, & Mustikadara, 2013:180). Keempat faktor tersebut ditunjukkan secara skema dalam Gambar 1 berikut. Keempat faktor tersebut perlu diperhatikan agar penggunaan e-learning berjalan dengan efektif.
Konsep Blended Learning
Pembelajaran campuran adalah pembelajaran yang dikelola oleh pendidik dengan cara mengkombinasikan antara pembelajaran tatap muka dan pembelajaran online. Pembelajaran campuran dilakukan sebagai upaya memberikan kesempatan pada peserta didik untuk belajar secara maksimal. Pembelajaran tatap muka mendukung pembelajaran online, begitu pula sebaliknya (Bonk & Graham, 2005:2). Dalam Learning Suport Services (2012) disebutkan bahwa proporsi konten yang disampaikan dalam pembelajaran dalam jarningan (online) adalah 30%-79%. Dalam proporsi tersebut, proporsi konten subtansial dan diskusi disampaikan dalam jaringan (daring) sehingga mengurangi jumlah pertemuan tatap muka.
Secara umum disebutkan oleh Allen & Seaman (2011), Garrison & Vaughan (2008), Mortera-Gutierrez (2006), dan Sharma (2000) bahwa blended learning melibatkan kombinasi antara elemen pembelajaran online dan tatap muka. Disebutkan pula oleh keempat sumber terebut bahwa umumnya blended learning melibatkan konten atau materi tambahan untuk belajar mandiri, ketentuan materi pembelajaran melalui internet, akses ke tayangan video atau audio, komunikasi surel, ruang diskusi, atau rencana pertemuan tatap muka. Hal serupa juga disebutkan oleh Singh (2003) yang mendiskripsikan blended learning sebagai kombinasi metode pengantar (delivery methods) yang saling berkomplemen satu sama lain dan bekerja untuk mendukung pembelajaran peserta didik. Diskusi online dapat dikembangkan untuk memfasilitasi tutorial teman sebaya sesama peserta didik (Poon, 2013). Dalam diskusi online atau diskusi dalam e-learning oleh Martyn (2003) dapat terjadi enam dari tujuh praktik yang baik (good practice), yaitu kontak antara pengajar dan peserta didik, kolaborasi antar peserta didik, pembelajaran aktif, umpan balik, mengkomunikasikan harapan tinggi, dan mewakili berragam bakat.
Pailing (2000) menyebutkan bahwa blended learning dapat membawa perubahan besar yaitu dengan adanya materi pembelajaran yang dengan sengaja dirancang, dikembangkan, dan dibagi kepada orang-orang yang ingin mengaksesnya tetapi mereka memiliki keterbatasan yang mempengaruhi proses pembelajaran. Pembelajaran campuran memberikan kesempatan pada peserta didik untuk mencapai Tujuan pembelajaran dengan berbagai cara belajar.
Peserta didik dapat belajar secara individual maupun belajar bersama atau berdiskusi dengan sesama peserta didik. Peserta didik yang memerlukan bantuan langsung oleh pendidik dapat menggunakan kesempatan pada saat pembelajaran tatap muka, sedangkan peserta didik yang telah mandiri dapat memenuhi keinginannya untuk belajar lebih dengan mengakses sumber-sumber belajar yang disediakan oleh pendidik.
Pembelajaran campuran memberikan kesempatan untuk menciptakan pengalaman belajar pada saat yang dibutuhkan dan tempat yang ada bagi peserta didik secara individual baik di instansi pendidikan ataupun di rumah. Keluwesan waktu dan tempat pembelajaran inilah yang menjadikan pembelajaran campuran dikatakan memberikan kesempatan seluas-luasnya bagi peserta didik untuk belajar (Bath & Bourke, 2010:9; Thorne, 2003:18).
Benthall (2008) mengemukakan tiga kosep dalam blended learning, yaitu konsep pedagogi (Pedagogies), teknologi (Technology), dan teori pembelajaran (Theories of learning).
Pedagogik
Dalam konsep pedagogi terdapat tiga hal, yaitu terjadinya perubahan paradigma pembelajaran yang semula berpusat pada pengajar, berubah menjadi berpusat pada peserta didik, terjadinya peningkatan interaksi antara pengajar dengan peserta didik dan antar peserta didik, misalnya dalam hal aktivitas pembelajaran atau materi pembelajaran, dan terjadinya konvergensi antara metode, bahan, media pembelajaran, lingkungan belajar lain yang relevan.
1. Teknologi
Dalam blended learning digunakan jaringan dan perangkat lunak yang di dalamnya terdapat aktivitas pembelajaran.
2. Teori pembelajaran
Dalam blended learning memungkinkan munculnya model-model baru dalam pengajaran dan pembelajaran sehingga terjadi perubahan besar dalam paradigma pendidikan.
Pembelajaran campuran dikenal pula dengan nama pembelajaran hibrid (hybrid), pembelajaran mode campuran, pembelajaran fleksibel, atau pembelajaran terdistribusi (Vignare, 2007:37). Pembelajaran campuran dapat diterima dan diadopsi salah satunya melalui melalui jenjang pendidikan SD. Peserta didik di jenjang pendidikan SD atau siswa lebih menyukai pembelajaran campuran dari pada hanya tatap muka atau hanya online seperti dalam hasil survei yang dilakukan oleh Center of Digital Education (2012) dan @DreamBox_Learn (2013b). Keberhasilan pembelajaran campuran di SD, tergantung pada kemampuan institusi untuk mendukung model pembelajaran campuran dan eksistensi program pengembangan lembaga yang berkualitas baik dan dirancang dengan baik (Educause, 2009). Pembelajaran campuran memberikan kesempatan seluas-luasnya bagi siswa untuk memperoleh informasi dengan tetap dalam lingkup yang telah ditetapkan pendidik atau guru. Lingkup pembelajaran ditetapkan oleh guru untuk membantu siswa fokus pada materi pembelajaran sesuai dengan silabus mata Pelajaran. Pendidikan SD termotivasi menggunakan pembelajaran campuran dengan berbagai alasan. Berikut alasan-alasan Pendidikan SD menggunakan pembelajaran campuran (Educause, 2009)
1. Merupakan cara aman bagi Guru atau Satuan Pendidikan untuk mengeksplorasi pembelajaran tanpa menerbitkan program online penuh.
2. Menawarkan solusi bagi harapan generasi terkini terhadap teknologi tinggi dan pembelajaran yang berbeda-beda sesuai dengan kebutuhan siswa secara pedagogi yang juga memberikan alternatif waktu pembelajaran.
3. Memiliki potensial untuk penghematan biaya dan waktu (walaupun pengembangan dan pembelajaran campuran memerlukan kerja intensif pada awalnya), tetapi menghasilkan peningkatan ketertarikan (engagement), pencapaian (achievement) dan akses (access).
4. Menawarkan kemungkinan variasi dan keluwesan waktu yaitu siswa diharapkan menggunakan waktunya untuk online dan memanfaatkan teknologi untuk kebutuhan mereka sendiri seperti kebutuhan pengayaan dan terprogram.
5. Memiliki potensi untuk mengurangi beban pemakaian ruang, tetapi ini tergantung pada kebijakan masing-masing Satuan Pendidikan. Misalnya, dalam sebuah Pembelajaran dilaksanakan 50% online dan 50% tatap muka.
Terdapat model-model pembelajaran campuran seperti yang dikemukakan oleh @DreamBox_Learn (2013a), Brooke (2015), Eduviews (2009), dan Singh & Reed (2001). Keempat pengemuka model pembelajaran campuran tersebut memberikan alternatif model agar setiap kondisi dan situasi yang dialami oleh pendidik dapat terlingkupi dalam setiap pengemuka model pembelajaran campuran tersebut atau dengan kata lain masing-masing model dalam satu pengemuka model memerlukan kondisi dan situasi lingkungan yang berbeda dengan model yang lainnya.
Kerangka Pikir
Pembelajaran campuran adalah perpaduan antara pembelajaran tatap muka dan pembelajaran berbantu e-learning. Pembelajaran campuran menjadi cara pencapaian tujuan pembelajaran yang lebih baik daripada pembelajaran tatap muka. Pembelajaran campuran dapat terlaksana dengan baik apabila dikelola dengan baik. Pengelolaan (manajemen) tersebut masuk dalam lingkup manajemen pembelajaran.
Teori :
• Nissom & Kulathuramaiyer (2012) menyebutkan bahwa webometrics can be defined as a quantitative study of web related phenomena – the quantitative aspects of the construction and use of information resources and technologies on Internet. Semakin banyak penggunaan LMS akan mendorong kemajuan pendidikan SD, salah satunya adalah meningkatnya peringkat webometrik.
• Ali (2004:2) menyebutkan bahwa pembatas dalam implementasi e-learning di Indonesia berhubungan dengan kebijakan pemerintah, infrastruktur, kurikulum, aspek finansial, dan sumberdaya manusia.
• Ayala (2009:277) bahwa pembelajaran yang mengambil manfaat dari pembelajaran online dan tradisional, memiliki potensi penyediaan kesempatan belajar.
Kajian hasil penelitian :
• Priyanto (2009) menyatakan bahwa pengembangan e-learning di institusi pendidikan melibatkan banyak faktor dalam organisasi, yaitu infrastruktur teknologi, sumber daya manusia, dan lingkungan yang mencakup kepemimpinan dan kultur.
• Pembelajaran campuran adalah solusi yang pilih oleh guru untuk mengatasi masalah banyaknya materi yang harus dituntaskan oleh siswa dengan terbatasnya waktu tatap muka, kualitas dan kuantitas interaksi antara guru dan siswa, dan cara belajar yang berbeda dari tiap siswa. Pernyataan tersebut disimpulkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Putri (2012), Koentjoro (2012), Priyono (2009), dan Kusni (2010).
Fakta: berdasar refernsi:
• Paulina Pannen mengatakan, penerapan
metode pembelajaran jarak jauh atau e- learning pada sebagian besar satuan pendidikan di Indonesia belum terinisiasi secara sistematis dan baru sekitar beberapa persen pendidikan SD yang menerapkan metode pembelajaran jarak jauh atau e-learning (Santosa, 2014).
Fakta berdasar penelitian:
• Hannya beberapa persen saja pendidikan SD yang memiliki laman
e-learning.
Simpulan:
Pembelajaran campuran yang mencampurkan pembelajaran dalam pertemuan tatap muka dan pembelajaran secara daring memberikan manfaat yang lebih daripada hanya pertemuan tatap muka
METODOLOGI PENELITIAN
Subjek Penelitian
1. Lokasi Penelitian
Tempat yang digunakan untuk melaksanakan penelitian adalah SDN Siguci Kecamatan Pecalungan Kabupaten Batang Propinsi Jawa Tengah.
2. Waktu Penelitian
Waktu yang digunakan peneliti dalam melaksanakan penelitian tindakan kelas ini selama 2 siklus, dengan jadwal pelaksanaan sebagai berikut:
No Hari dan Tanggal Waktu Keterangan
1. Sabtu, 17 Oktober 2020 07.30 – 09.00 wib Siklus 1
2. Sabtu, 24 Oktober 2020 07.30 – 09.00 wib Siklus 2
Mata Pelajaran
Mata pelajaran yang diteliti adalah IPA dengan pokok bahasan Daur Hidup Hewan, Kelas V (lima) Semester I di SDN Siguci Tahun pelajaran 2020/2021
Jumlah Siswa
Jumlah siswa SDN Siguci Kelas V (lima) berjumlah 11 siswa, terdiri dari 3 siswa laki-laki dan 8 siswa perempuan.
Karakteristik Siswa
Latar belakang ekonomi sebagian besar siswa berasal dari keluarga kurang mampu, pendidikan orang tua pada umumnya hanya sebatas lulus Sekolah Dasar (SD), hal ini mengakibatkan orang tua menyerahkan sepenuhnya masalah pendidikan kepada pihak sekolah/ guru.
Deskripsi Per Siklus
Siklus 1
a. Planning (perencanaan)
- Dalam Proses perencanaan Peneliti bekerjasama dengan teman sejawat serta berkonsultasi dengan pembimbing dalam pemecahan suatu permasalahan terkait materi pembelajaran yang akan dilakukan peneliti
- Peneliti menyusun perbaikan pembelajaran
- Menyiapkan gambar daur hidup hewan (meta morphosis dan tidak metamorphosis)
- Menyusun instrument observasi (lember pengamatan)
- Menyusun alat Evaluasi.
b. Acting (pelaksanaan)
Pada tahap ini peneliti melaksanakan perbaikan pembelajaran sesuai dengan sekenario pembelajaran yang telah dibuat sebagai berikut :
- Guru menanyakan tentang hewan kupu-kupu
- Guru memberikan contoh hewan yang mengalami metamorphosis dan tidak.
- Tiap-tiap kelompok berdiskusi terkait pembuatan petakonsep tentang daur hidup hewan.
- Perwakilan kelompok mempresentasikan hasilnya
- Siswa mengerjakan lembar kerja
- Pembahasan lembar kerja
c. Observasing (observasi/pengamatan)
Hal yang diamati oleh peneliti saat proses kegiatan belajar mengajar berlangsung antara lain:
- Pemahaman siswa tentang menyebutkan sesuatu lewat pengamatan gambar.
- Keaktifan siswa dalam diskusi kelompok
- Kekompakkan siswa dalam diskusi kelompok
- Keseriusan siswa dalam mengerjakan tugas
Reflecting (refleksi)
1. Mengkaji pelaksanaan pembelajaran siklus 1
2. Mengevaluasi proses dan hasil pembelajaran siklus 1
3. Membuat daftar permasalahan yang terjadi pada siklus 1
4. Merencanakan perencanaan tindak lanjut siklus 2.
Pada siklus 1 peneliti melihat bahwa hasil yang telah dicapai oleh siswa belum sesuai harapan peneliti maka akan melakukan penelitian sehingga penelitian dapat berhasil.
- Siswa belum menguasai konsep tentang cara mendeskripsikan benda.
- Guru belum menciptakan kekompakkan dalam diskusi kelompok.
- Siswa belum aktif dan kurang serius dalam mengerjakan tugas
- Nilai rata-rata masih di bawah KKM.
Di bawah ini disajikan tabel yang menggambarkan hasil pembelajaran IPA kelas V (lima) tentang Daur Hidup Hewan dan kemajuan yang dicapai dalam perbaikan pada pembelajaran siklus 1 .
Setelah proses perbaikan pembelajaran siklus 1 selesai ternyata hasil belajar siswa belum meningkat secara maksimal. Dari hasil refleksi dan diskusi dengan teman sejawat, berikut ini dapat dikemukakan beberapa kelebihan dan kekurangan yang dilakukan guru dan siswa.
Dari temuan terhadap guru dapat diketahui bahwa, dalam melaksanakan proses pembelajaran penjelasan siklus 1 guru sudah tidak terlalu capat, guru sudah menggunakan alat peraga dalam proses pembelajaran dengan baik, guru dalam membangkitkan motivasi siswa sudah baik, guru sudah tidak dominan menggunakan ceramah dan guru sudah mengajak seluruh siswa secara interaktif dalam tanya jawab. Namun demikian ada beberapa kekurangan yang dilakukan guru dalam pembelajaran yaitu, guru belum menerapkan metode yang dapat menjembatani siswa untuk belajar sambil dengan berbuat dan guru kurang memberi kesempatan kepada siswa untuk mengungkapkan pendapat sehingga terkesan guru terlalu menguasai kelas.
Siklus 2
Pada sikls ke dua ini Peneliti dalam persiapannya masih sesuai dengan siklus 1 Yaitu:
a. Planning (perencanaan)
- Dalam Proses perencanaan Peneliti bekerjasama dengan teman sejawat serta berkonsultasi dengan pembimbing dalam pemecahan suatu permasalahan terkait hasil penilaian pembelajaran yang didapat pada Siklus 1 . Maka Peneliti akan melakukan penelitian ulang pada siklus 2 .
- Peneliti menyusun perbaikan pembelajaran
- Menyiapkan gambar daur hidup hewan (meta morphosis dan tidak metamorphosis)
- Menyusun instrument observasi (lember pengamatan)
- Menyusun alat Evaluasi.
b. Acting (pelaksanaan)
Pada tahap ini peneliti melaksanakan perbaikan pembelajaran sesuai dengan sekenario pembelajaran yang telah dibuat sebagai berikut :
- Guru menanyakan tentang hewan kupu-kupu
- Guru memberikan contoh hewan yang mengalami metamorphosis dan tidak.
- Tiap-tiap kelompok berdiskusi terkait pembuatan petakonsep tentang daur hidup hewan.
- Perwakilan kelompok mempresentasikan hasilnya
- Siswa mengerjakan lembar kerja
- Pembahasan lembar kerja
c. Observasing (observasi/pengamatan)
Hal yang diamati oleh peneliti saat proses kegiatan belajar mengajar berlangsung antara lain:
- Pemahaman siswa tentang menyebutkan sesuatu lewat pengamatan gambar.
- Keaktifan siswa dalam diskusi kelompok
- Kekompakkan siswa dalam diskusi kelompok
- Keseriusan siswa dalam mengerjakan tugas
d. Reflecting (refleksi)
Pada siklus 2 ini peneliti melihat bahwa hasil yang telah dicapai oleh siswa sudah sesuai harapan peneliti seperti :
- Siswa sudah menguasai konsep tentang cara mendeskripsikan benda.
- Guru sudah menciptakan kekompakkan dalam diskusi kelompok.
- Siswa sudah aktif dan serius dalam mengerjakan tugas
- Nilai rata-rata sudah mencapai KKM.
Dari temuan terhadap aktivitas siswa dapat dikemukakan bahwa, pemahaman siswa sudah cukup meningkat, motivasi siswa dalam mengikuti proses pembelajaran sudah meningkat, perhatian siswa sudah terfokus pada proses pembelajaran dan siswa tidak banyak yang bicara sendiri dengan temannya. Tetapi masih ada beberapa yang belum berubah yaitu, siswa masih banyak yang belum terlibat secara aktif dalam proses pembelajaran dan pembelajaran kurang komunikatif sehingga inisiatif siswa belum muncul.
Sebelumnya pada proses perbaikan pembelajaran siklus I (satu) sudah ada peningkatan hasil belajar yang dicapai siswa. Kalau belum diadakan perbaikan banyak siswa yang memperoleh nilai tuntas (nilai ≥ KKM) hanya 6 dari 12 siswa atau tingkat tuntas klasikal hanya mencapai 54%.
Setelah perbaikan pembelajaran siklus II (dua) meningkat menjadi 9 siswa atau tingkat tuntas klasikal meningkat menjadi 81,%. Dengan kata lain bahwa proses pembelajaran siklus II mengalami peningkatan yang signjfikan bibanding dengan siklus 1.Berikut table dan Diagram proses perbaikan pembelajaran per siklus.
Siklus 3
Pada siklus ke tiga ini Peneliti melanjutkan materi selanjutnya yaitu Subtema 2 Hubungan Antar Mahluk Hidup dalam Ekosistem . Dalam persiapannya masih sesuai dengan siklus 2 Yaitu:
a. Planning (perencanaan)
- Dalam Proses perencanaan Peneliti bekerjasama dengan teman sejawat serta berkonsultasi dengan pembimbing dalam proses kegiatan mengajar pada siklus 3 ini terkait hasil penilaian pembelajaran yang didapat pada Siklus 3 nanti . Maka Peneliti akan melakukan persiapan pada siklus 3 yaitu:
- Peneliti menyusun perangkat pembelajaran siklus 3
- Menyiapkan bahan ajar
- Menyiapkan media pembelajaran beruapa Teks bacaan, Video pembelajaran rantai makanan,dan gambar rantai makanan
- Menyiapkan LKPD
- Menyusun instrument observasi (lember pengamatan)
- Menyusun alat Evaluasi.
b. Acting (pelaksanaan)
Pada tahap ini peneliti melaksanakan perbaikan pembelajaran sesuai dengan sekenario pembelajaran yang telah dibuat sebagai berikut :
- Guru mengajak siswa untuk bernyanyi bersama lagu makan apa”
- Guru menanyakan tentang manfaat terhadap makanan dan mengaitkan dengan materi “Rantai Makanan”.
- Guru memberikan gambaran tentang manfaat mempelajari rantai makan.
- Siswa diajak menonto video pembelajaran tentang rantai makanan.
- Siswa mencermati teks nonfiksi”RantaiMakanan”
- Tiap-tiap kelompok berdiskusi dalam pencarian pokok pikiran setiap paragraph pada teks rantai Makanan dan mengerjakan LKPD.
- Perwakilan kelompok mempresentasikan hasilnya
- Siswa mengerjakan tugas melalui aplikasi Kahoot.
- Pembahasan lembar kerja siswa melalui rafleksi.
c. Observasing (observasi/pengamatan)
Hal yang diamati oleh peneliti saat proses kegiatan belajar mengajar berlangsung antara lain:
- Pemahaman siswa tentang menyebutkan sesuatu lewat pencarian pokok pikiran setiap paragraph pada teks rantai Makanan.
- Keaktifan siswa dalam diskusi kelompok mengerjakan LKPD.
- Kekompakkan siswa dalam diskusi kelompok
- Keseriusan dan hasil siswa dalam mengerjakan tugas melalui aplikasi kahoot.
d. Reflecting (refleksi)
Pada siklus 3 ini peneliti mengharapkan bahwa hasil yang akan dicapai oleh siswa sudah sesuai seperti :
- Siswa sudah menguasai konsep tentang Rantai Makanan.
- Guru sudah menciptakan kekompakkan dalam diskusi kelompok.
- Siswa sudah aktif dan serius dalam mengerjakan tugas
- Nilai rata-rata sudah mencapai KKM.
Sebelumnya pada proses perbaikan pembelajaran siklus II (dua) sudah ada peningkatan hasil belajar yang dicapai siswa. Kalau belum diadakan perbaikan banyak siswa yang memperoleh nilai tuntas (nilai ≥ KKM) hanya 9 dari 12 siswa atau tingkat tuntas klasikal hanya mencapai 81%.
Setelah perbaikan pembelajaran siklus III (tiga) meningkat menjadi 10 siswa atau tingkat tuntas klasikal meningkat menjadi 90,%. Dengan kata lain bahwa proses pembelajaran siklus III mengalami peningkatan yang signjfikan bibanding dengan siklus sebelumnya. Berikut table dan Diagram proses perbaikan pembelajaran per siklus.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Deskripsi Per Siklus
SIKLUS I
a. Hasil Perencanaan
Dari proses perencanaan yang telah peneliti lakukan maka, pada hasil penelitian diperoleh hasil perencanaan sebagai berikut :
1. Teridentifikasinya masalah.
2. Teranalisisnya masalah.
3. Terbuatnya RPP Siklus I.
4. Terbuatnya LKPD
5. Terbuatnya Tes ualangan harian menggunakan Aplikasi Gogle Form
6. Tersusunnya Lembar Pengamatan dan lembar Penilaian
b. Pelaksanaan Tindakan
Pada tahap kegiatan pembelajaran ini :
1. Guru member salam dan memimpin doa
2. kemudian menjelaskan Tujuan pembelajaranyang akan di capai
3. menyajikan video pembelajaran dan gambar terkait dengan materi pembelajaran.
4. Guru dan siswa terlibat tannya jawab terkait dengan materi
5. menyiapkan bahan penugasan berupa tugas kelompok
6. masing-masing kelompok mempresentasikan hasil kerja kelompoknya.
7. masing-masing siswa melakukan tes ulangan dengan menggunakan aplikasi goggle form
8. guru melihat hasil ulangan siswa dan mendata hasil nilai siswa
9. guru dan siswa melakukan refleksi dari kegiatan belajar.
10. guru menutup kegiatan pembelajaran dan dilanjutkan doa
c.. Hasil Pelaksanaan
Sebelum perbaikan pembelajaran pra-siklus dilaksanakan, peneliti telah menganalisis hasil belajar yang diperoleh. Dari proses analisis dapat dikemukakan bahwa jumlah nilai 595. Dengan jumlah siswa sebanyak 11 dapat dihitung rata-rata kelas sebesar 54,0. Tingkat ketuntasan klasikal sebelum perbaikan ini mencapai 18,%. Selanjutnya peneliti melaksanakan perbaikan pembelajaran siklus I pada tanggal 17 Oktober 2020 dengan alokasi waktu 2 x 30 menit ( 1 x pertemuan ). Dari proses perbaikan siklus I (satu) ini, jumlah nilai yang diperoleh siswa sebesar 698, dengan rata-rata sebesar 63,4 dan tingkat ketuntasan klasikal mencapai 54 %. Terlihat pada table berikut ini:
No Nama Nilai sebelum perbaikan Nilai perbaikan siklus 1
1 NINGRUM 50 66
2 SHIFA 55 70
3 JIDAN 50 50
4 NAJA 70 80
5 ANJANI 50 50
6 FRIDA 45 50
7 DEKA KH 50 64
8 ADILA 50 50
9 FADIL 70 80
10 BILA 70 70
11 DESI S 55 68
12 DWI PUJI 60 65
JUMLAH 615 698
Tingkat Ketuntasan 25% 54%
d. Refleksi
Pada siklus I peneliti menyimpulkan bahwa tujuan pembelajaran belum tercapai sesuai materi yang diharapkan. Dari 11 peserta didik, hanya ada peningkatan 54 % dari sebelumnya 18% atau 6 peserta didik yang mencapai KKM dan 5 peserta didik belum mencapai KKM sehingga masih perlu adanya penelitian lebih lanjut pada siklus II.
SIKLUS 2
Kemudian peneliti melaksanakan perbaikan lagi pada pembelajaran siklus II (dua) pada tanggal 24 Oktober 2020 dengan alokasi waktu 2 x 30 menit ( 1 x pertemuan ).
a. Hasil Perencanaan
Dari proses perencanaan yang telah peneliti lakukan maka, pada hasil penelitian diperoleh hasil perencanaan sebagai berikut :
1. Teridentifikasinya masalah.
2. Teranalisisnya masalah.
3. Terbuatnya RPP Siklus I.
4. Terbuatnya LKPD
5. Terbuatnya Tes ualangan harian menggunakan Aplikasi Gogle Form
6. Tersusunnya Lembar Pengamatan dan lembar Penilaian
b. Pelaksanaan Tindakan
Pada tahap kegiatan pembelajaran ini :
1. Guru member salam dan memimpin doa\
2. kemudian menjelaskan Tujuan pembelajaran yang akan di capai
3. menyajikan video pembelajaran dan gambar terkait dengan materi pembelajaran.
4. Guru dan siswa terlibat tannya jawab terkait dengan materi
5. siswa berkolaborasi dengan teman sekelompok (diskusi kelompok) untuk mengerjakan berupa tugas kelompok
6. masing-masing kelompok mempresentasikan hasik kerja kelompoknya.(diskusi antar kelompok)
7. guru memandu jalannya diskusi.
8. masing-masing siswa melakukan tes ulangan dengan menggunakan aplikasi goggle form
9. guru melihat hasil ulangan siswa dan mendata hasil nilai siswa
10. guru dan siswa melakukan refleksi dari kegiatan belajar.
11. guru menutup kegiatan pembelajaran dan dilanjutkan doa
Dari proses perbaikan siklus II (dua) ini, jumlah nilai yang diperoleh siswa sebesar 847, dengan rata-rata sebesar 77,0 dan tingkat ketuntasan klasikal mencapai 81 %. Untuk mengetahui hasil lebih jelas hasil sebelum perbaikan dan perolehan hasil siklus I dapat dilihat pada tabel berikut:
TABEL PEROLEHAN HASIL NILAI SISWA SETIAP SIKLUS
No
Nama Nilai sebelum perbaikan Nilai perbaikan siklus 1 Nilai perbaikan siklus 2
1 NINGRUM 50 66 80
2 SHIFA 55 70 90
3 JIDAN 50 50 62
4 NAJA 70 80 90
5 ANJANI 50 50 80
6 FRIDA 45 50 80
7 DEKA K 50 64 80
8 ADILA 50 50 62
9 FADIL 70 80 90
10 BILA 70 70 80
11 DESI S 55 68 80
12 DWI P 60 65 70
JUMLAH 615 698 847
Tingkat Ketuntasan 25% 54% 81%
SIKLUS 3
Kemudian peneliti melaksanakan perbaikan lagi pada pembelajaran siklus III (tiga) pada tanggal 9 Nopember 2020 dengan alokasi waktu 2 x 30 menit ( 1 x pertemuan ).Pada siklus 3 ini peneliti mengharapkan bahwa hasil yang akan dicapai oleh siswa sudah sesuai seperti :
- Siswa sudah menguasai konsep tentang Rantai Makanan.
- Guru sudah menciptakan kekompakkan dalam diskusi kelompok.
- Siswa sudah aktif dan serius dalam mengerjakan tugas
- Nilai rata-rata sudah mencapai KKM.
Sebelumnya pada proses perbaikan pembelajaran siklus II (dua) sudah ada peningkatan hasil belajar yang dicapai siswa. Kalau belum diadakan perbaikan banyak siswa yang memperoleh nilai tuntas (nilai ≥ KKM) hanya 9 dari 11 siswa atau tingkat tuntas klasikal hanya mencapai 81%.
Setelah perbaikan pembelajaran siklus III (tiga) meningkat menjadi 10 siswa atau tingkat tuntas klasikal meningkat menjadi 90,%. Dengan kata lain bahwa proses pembelajaran siklus III mengalami peningkatan yang signjfikan bibanding dengan siklus sebelumnya. Berikut table dan Diagram proses perbaikan pembelajaran per siklus.
No
Nama Nilai sebelum perbaikan Nilai perbaikan siklus 1 Nilai perbaikan siklus 2 Nilai Perbaikan Siklus 3
1 NINGRUM 50 66 80 100
2 SHIFA 55 70 90 90
3 JIDAN 50 50 62 80
4 NAJA 70 80 90 90
5 ANJANI 50 50 80 80
6 FRIDA 45 50 80 80
7 DEKA K 50 64 80 80
8 ADILA 50 50 62 62
9 FADIL 70 80 90 90
10 BILA 70 70 80 85
11 DESI S 55 68 80 80
12 DWI PUJI 60 65 70 70
JUMLAH 615 698 847 994
Tingkat Ketuntasan 25% 54% 81% 91%
Pembahasan Per-Siklus
Proses perbaikan pembelajaran pada mata pelajaran IPA, yang terdiri dari siklus I dan siklus II dapat berhasil dengan baik karena kerjasama peneliti dengan teman sejawat, konsultasi dengan pembimbing dan mengkaji dari berbagai sumber yang memuat teori-teori pembelajaran yang mendukung alternatif tindakan yang peneliti pilih sebagai fokus perbaikan pembelajaran.
1. Pembahasan Siklus I
Pada proses perbaikan pembelajaran siklus I peneliti memfokuskan perbaikan pembelajaran pada penggunaan Media Pembelajaran. Dengan menggunakan Media Pembelajaran ini ada kenaikan hasil evaluasi hasil belajar yang dicapai siswa, walaupun kenaikannya belum begitu maksimal. Kalau sebelum diadakan perbaikan pembelajaran nilai rata-rata kelas yang dicapai sebesar54,0 , setelah perbaikan pembelajaran siklus I ini naik menjadi 63,4.
Adanya kenaikan hasil evaluasi hasil belajar yang dicapai siswa ini karena guru sudah memberikan motivasi kepada siswa dengan baik, menyampaikan tujuan pembelajaran dengan baik, memanfaatkan Media pembelajaran dengan baik, memberi petunjuk pengerjaan LKPD secara jelas, tetap membimbing siswa dalam melakukan kegiatan diskusi dan menyimpulkan pembelajaran dengan baik.
Namun demikian hasil evaluasi belajar yang dicapai siswa belum sepenuhnya maksimal. Masih ada 5 siswa yang memperoleh nilai dibawah KKM. Hal ini karena guru belum menerapkan metode yang dapat menjembatani siswa untuk belajar sambil dengan berbuat dan guru kurang memberi kesempatan kepada siswa untuk mengungkapkan pendapat sehingga terkesan guru terlalu menguasai kelas.
Dalam pelaksanaan pembelajaran, penggunaan Media Pembelajaran ini memiliki beberapa keunggulan, antara lain :
a. Media Pembelajaran yang peneliti gunakanadalah gambar, video youtube dll, selain itu peneliti juga menggunakan Media pembelajaran yang mudah dalam menyediakannya karena berupa benda konkrit, yaitu berupa hewan yang ada di lingkungan sekitar seperti kupu-kupu, belalang dll.
b. Mempunyai daya kemanfaatan tinggi karena, dapat menyajikan bentuk konkrit kepada siswa sehingga siswa tidak membayangkan obyek/benda yang dibicarakan.
c. Siswa senang, terangsang, tertarik dan bersikap positif terhadap pembelajaran.
Namun dari penggunaan alat peraga ini, ada beberapa kelemahan yang peneliti amati, yaitu :
a. Bila alat peraga terlalu kompleks, biaya yang dibutuhkan untuk menyediakan alat peraga banyak.
b. Kegiatan terfokus pada alat peraga sehingga pengamatan terhadap siswa kurang.
c. Guru harus memahami lebih dulu alat peraga yang digunakan, baik deskripsinya ataupun penggunaannya.
Dengan menerapkan model Blendedlerning ini, ada beberapa kelebihan yang dapat diungkapkan antara lain :
a. Siswa dan guru sama-sama aktif karena pelaksanaan metode ini dilaksanakan guru dan siswa.
b. Siswa dapat mengetahui dengan jelas apa yang terjadi dari yang sedang dikerjakan jadi ada perpaduan antara pembelajaran secara Online dan pertemuan secara langsung.
c. Guru mudah memusatkan perhatian siswa kepada bahan pelajaran.
d. Mengembangkan bakat dan kecekatan siswa dalam berkelompok.
e. Mengembangkan dan menimbulkan rasa ingin tahu, sikap serta tindakan nyata.
f. Melatih disiplin siswa untuk menepati rencana kerja yang telah dibuat.
Namun dari penerapan model Bendedlerning, ada beberapa kekurangan yang dapat dikemukakan, antara lain :
a. Memerlukan banyak waktu dan tenaga (bimbingan).
b. Menuntut kecekatan, kreatifitas dan pengetahuan yang luas dari guru.
c. Terbatasnya alat atau perangkat keras seperti HP dan jaringan Internet, mengakibatkan tidak semua siswa mendapat kesempatan untuk melakukan latihan dan mencoba soal.
Dari segi kelebihan dan kekurangan tersebut, peneliti memberanikan diri untuk menerapkan Model Blendedlerning karena ternyata hasil belajar siswa meningkat dengan signifikan sehingga proses pembelajaran dapat berhasil. Namun demikian masih ada 5 siswa yang belum dapat mencapai nilai ≥ KKM, hal ini karena mereka tergolong siswa yang memiliki tingkat kecerdasan yang rendah, dan bagi mereka diperlukan bimbingan khusus dari guru di luar jam pelajaran.
2.Pembahasan Siklus II
a. Hasil Perencanaan
Dari proses perencanaan yang telah peneliti lakukan maka, pada hasil penelitian diperoleh hasil perencanaan sebagai berikut :
1. Teridentifikasinya masalah.
2. Teranalisisnya masalah.
3. Terbuatnya RPP Siklus II.
4. Tersusunnya LKPD.
5. Tersusunnya Tes uraian.
6. Tersusunnya Lembar Pengamatan.
b. Hasil Pelaksanaan
Setelah perbaikan pembelajaran siklus I (satu) dilaksanakan, peneliti telah menganalisis hasil belajar yang diperoleh. Dari proses analisis dapat dikemukakan bahwa jumlah nilai 698. Dengan jumlah siswa sebanyak 11, dapat dihitung rata-rata kelas sebesar 63,4. Tingkat ketuntasan klasikal pada perbaikan siklus I (satu) mencapai 54%. Selanjutnya peneliti melaksanakan perbaikan pembelajaran siklus II (dua) pada tanggal 24 oktober 2020 dengan alokasi waktu 2 x 30 menit ( 1 x pertemuan ). Dari proses perbaikan pembelajaran siklus II (dua) jumlah nilai yang diperoleh siswa sebesar 847, dengan rata-rata sebesar 77,0 dan tingkat ketuntasan klasikal mencapai 81 %. Untuk mengetahui lebih jelas hasil perbaikan siklus I dan perolehan hasil perbaikan siklus II dapat dilihat pada tabel berikut ini.
TABEL PEROLEHAN HASIL NILAI SISWA SETIAP SIKLUS
No Nama Nilai sebelum perbaikan Nilai perbaikan siklus 1 Nilai perbaikan siklus 2
1 NINGRUM 50 66 80
2 SHIFA 55 70 90
3 JIDAN 50 50 62
4 NAJA 70 80 90
5 ANJANI 50 50 80
6 FRIDA 45 50 80
7 DEKA 50 64 80
8 ADILA 50 50 62
9 FADIL 70 80 90
10 BILA 70 70 80
11 DESI S 55 68 80
12 DWI 60 65 70
JUMLAH 615 698 847
Tingkat Ketuntasan 25% 54% 81%
Proses Pembelajaran
Pada gambar tabel dan diagram diatas dapat dilihat bahwa, banyak siswa yang memperoleh nilai < 65 semakin menurun jumlahnya. Kalau pada perbaikan pembelajaran siklus I jumlahnya 6 siswa, setelah pembelajaran siklus II jumlahnya semakin menurun menjadi 2 siswa. Demikian pula sebaliknya, siswa yang memperoleh nilai >65 yang tadinya 6 siswa di siklus II menjadi 7 siswa. Kalau pada perbaikan pembelajaran siklus I hanya 4 siswa, setelah perbaikan pembelajaran siklus II jumlahnya tidak ada., Akan tetapi. pada perbaikan pembelajran siklus II ini ada siswa yang memperoleh Nilai ≥ 80 yaitu 3 siswa, dengan demikian perbaikan pembelajaran sudah meningkat dan artinya berhasil.
c. Hasil Pengamatan
Dari pengamatan terhadap guru saat proses pembeljaran berlangsung, diperoleh temuan sebagai berikut :
1. Guru sudah menggunakan Model BlendedLerning dengan baik.
2. Guru sudah banyak memberi kesempatan kepada siswa untuk mengungkapkan pendapat.
3. Guru sudah memberikan kesempatan kepada siswa untuk terlibat aktif dalam proses pembelajaran dan peran guru sudah tidak terlalu dominan.
Hasil pengamatan terhadap siswa saat berlangsungnya proses pembelajaran adalah sebagai berikut :
1. Siswa sudah banyak yang belum terlibat secara aktif dalam proses pembelajaran.
2. Siswa sudah komunikatif mau bertannya pada guru atau pada kelompok yang lain sehingga inisiatif siswa sudah muncul.
3. Siswa sudah aktif dalam proses pembelajaran.
d. Hasil Refleksi
Setelah selesai dilaksankan proses perbaikan pembelajaran siklus II ada beberapa keberhasilan pembelajaran yang dilakukan guru antara lain, guru sudah menggunakan model Blended lerning dengan baik, guru sudah banyak memberi kesempatan kepada siswa untuk mengungkapkan pendapat dan guru sudah memberikan kesempatan kepada siswa untuk terlibat aktif dalam proses pembelajaran dan peran guru sudah tidak terlalu dominan. Kekurangan yang dilakukan guru yaitu, guru belum dapat menuntaskan belajar seluruh siswa, masih ada 1 siswa yang memperoleh nilai di bawah KKM. Mereka masih pasif dan tidak dapat memahami materi yang disampaikan guru dengan baik.
.3. Pembahasan Siklus III (tiga)
Setelah selesai dilaksankan proses perbaikan pembelajaran siklus III ada beberapa keberhasilan pembelajaran yang ditekankan oleh guru antara lain, guru sudah menggunakan model Blended lerning dengan baik, guru sudah banyak memberi kesempatan lebih leluasa kepada siswa untuk mengungkapkan pendapat, dan guru sudah memberikan kesempatan lebih kepada siswa untuk terlibat aktif dalam proses berdiskusi, tannya jawab pada guru, ataupun dengan kelompok lain. guru sudah menerapkan evaluasi dengan menggunakan aplikasi Kahot pada siswa di akhir pembelajaran.
Kekurangan yang dilakukan guru yaitu, guru belum dapat menuntaskan belajar seluruh siswa, masih ada 1 siswa yang memperoleh nilai di bawah KKM. Mereka masih pasif dan tidak dapat memahami materi yang disampaikan guru dengan baik.
Pada proses perbaikan pembelajaran siklus III, hasil belajar yang dicapai siswa meningkat dengan signifikan. Kalau pada perbaikan pembelajaran siklus II banyak siswa yang memperoleh nilai tuntas ( nilai ≥ KKM ) baru 11 siswa dari 12 siswa atau tingkat tuntas klasikal hanya mencapai 81%. Setelah perbaikan pembelajaran siklus III meningkat menjadi 9 siswa atau tingkat tuntas klasikal meningkat menjadi 90 %. Untuk rata-rata kelas sudah meningkat menjadi 83,0. Dengan tingkat ketuntasan mencapai 90%, maka tidak perlu diadakan perbaikan pembelajaran lagi karena tingkat ketuntasan sudah mencapai ≥ 70 %. Hasil tersebut dapat dilihat dari table berikut:
No Nama Nilai sebelum perbaikan Nilai perbaikan siklus 1 Nilai perbaikan siklus 2 Nilai Perbaikan Siklus 3
1 NINGRUM 50 66 80 100
2 SHIFA 55 70 90 90
3 JIDAN 50 50 62 80
4 NAJA 70 80 90 90
5 ANJANI 50 50 80 80
6 FRIDA 45 50 80 80
7 DEKA SNA 50 64 80 80
8 ADILA 50 50 62 62
9 FADIL 70 80 90 90
10 BILA 70 70 80 85
11 DESI 55 68 80 80
12 DWI PUJI 60 65 70 70
JUMLAH 615 698 847 994
Tingkat Ketuntasan 25% 54% 81% 91%
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Berdasarkan uraian dari bab I sampai bab III dan hasil penelitian dan pembahasan dalam bab IV, dapat diperoleh hasil sebagai berikut :
1. Sebelum dilaksanakan perbaikan pembelajaran, pemahaman siswa terhadap pembelajaran IPA kompetensi dasar Daur Hidup Hewan masih rendah. Hal ini dapat diketahui dari tingkat ketuntasan yang dicapai siswa baru mencapai 18%.
2. Dengan diadakannya perbaikan pembelajaran siklus I yang menekankan pada penggunaan Media Pembelajaran, pemahaman siswa pada materi tersebut diatas dapat meningkat, walaupun tingkat ketuntasan yang dicapai siswa baru mencapai 54%.
3. Berdasarkan refleksi perbaikan pembelajaran siklus I, selanjutnya peneliti melaksanakan perbaikan pembelajaran siklus II agar pemahaman siswa pada meteri tersebut diatas meningkat dengan maksimal.akan tetapi peneliti masih belum puas dari hasil tersebut. kemudian peneliti melakukan penelitian lagi pada siklus III.
4. Pada siklus III ini peneliti menekankan pada media pembelajaran terutama menggunakan Aplikasi Kahoot pada proses Evaluasi pada siswa. Peneliti melihat siswa sangat antusias sekali ketika mengerjakan tugas, karena aplikasi ini selain untuk mengukur tingkat pencapaian pembelajaran anak, juga sebagai permainan semacam games pendidikan. Sehingga anak merasa senang tidak bosan dan hasil yang didapatkan ada peningkatan.
Berdasarkan perolehan hasil pembelajaran yang meningkat tersebut, dapat disimpulkan bahwa : “Upaya guru untuk meningkatkan pemahaman siswa kelas V (lima) tentang pembelajaran IPA dengan menggunakan Media Pembelajaran dan Model Blended lerning tahun ajaran 2020/2021 dapat berhasil dengan baik”.
Saran
Agar hasil belajar siswa pada pembelajaran IPA berhasil dengan baik, peneliti menyarankan kepada :
1. Guru
Hendaknya dalam melaksanakan pembelajaran dengan menggunakan media pembelajaran yang sesuai dengan materi, yaitu model gambar , media Internet yang menyenangkan siswa dan peralatan yang mendukung lainnya. Agar lebih maksimal dapat diterapkan pula. Apalagi pada saat ini dalam keadaan Pandemi Covid 19 sehingga dituntut untuk menggunakan Model Pembelajaran yang tepat pula seperti model pembelajaran Daring. Akan tetapi jika dimungkinkan adanya permasalahan pada penggunaan perangkat pembelajaran, jaringan internet dll, di anjurkan dapat menggunakan metode yang menggabungkan dua elemen yaitu model daring dan model luring seperti seperti Model Blended lerning.
2. Siswa
Selama mengikuti proses pembelajaran, siswa hendaknya aktif dalam melakukan kegiatan latihan yang dirancang oleh guru.
3. Sekolah
Untuk menunjang keberhasilan pembelajaran, sebaiknya sekolah menyediakan sarana dan prasarana yang mendukung. Agar siswa dalam mempelajari materi tentang Daur Hidup Hewan dapat berhasil.
Harapan peneliti, semoga laporan peneliti ini dapat dijadikan bahan referensi dan acuan apabila ada diantara para guru sedang mengalami permasalahan pembelajaran yang sama seperti yang peneliti hadapi.
--Sekian--
DAFTAR PUSTAKA
1. Anitah, Sri, dkk. 2009. Strategi Pembelajaran di SD. Jakarta: Universitas Terbuka.
2. Aqib, Zaenal. 2010. Penelitian Tindakan Kelas. Bandung: Yrama Widya.
3. Arikunto, Suharsimi. 2008. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Bumi Aksara.
4. Arsyad, Azhar. 2009. Media Pembelajaran. Jakarta: PT Rajawali Pers.
5. BSNP. 2006. Standar Isi Ilmu Pengetahuan Alam untuk SD/MI. Jakarta :Depdiknas. Cain, E. Sandra dan Evans, M. Jack. 1990. Sciencing An Involvement Approach to Elementary Science Methods. Columbus: Merrill Publishing Company.
Komentar
Posting Komentar